HUKUM ACARA PIDANA & HUKUM ACARA PERDATA DI INDONESIA
A.Pengertian
Hukum Acara
Hukum
acara atau Hukum Formal adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana
mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum materil.Hukum Acara merupakan
kaidah hukum yang mengatur cara-caara bagaimana mengajukan suatu perkara ke
muka suatu badan peradilan serta cara-cara hakim memberikan keputusan.Fungsinya
menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan hukum materil melalui
suatu proses yang berpedoman kepada peraturan yang dicantumkan dalam hukum
acara.Tugas hukum acara menjamin di taatinya norma-norma hukum material oleh
setiap individu.Dapat di katakan bahwa hukum acara itu sebagai alat penegak
dari aturan hukum material yang tidak membebankan kewajiban sosial dalam
kehidupan manusia.
B.HUKUM
ACARA PIDANA
Istilah
”Hukum acara pidana’ sudah tepat dibandingkan dengan istilah ”hukum proses
pidana” atau hukum tuntutan pidana”. Hukum acara pidana ruang lingkupnya lebih
sempit yaitu hanaya mulai pada mencari kebenaran, penyelidikan, penyidikan dan
berakhir pada pelaksanaan pidana (eksekusi) oleh jaksa. Pembinaan narapidana
tidak termasuk dalam hukum acara pidana.
Hukum
acara pidana menurut Prof.Dr. Wirjono Prodjodikoro,Hukum acara pidana ialah
Peraturan yang mengatur tentang bagaimana cara alat-alat perlengkapan pemerintah
melaksanakan tuntutan, memperoleh keputusan pengadilan, oleh siapa keputusan
pengadilan itu harus dilaksanakan,jika ada seseorang atau sekelompok orang yang
melakukan perbuatan pidana . (Daliyo,2001:221 )
Menurut Prof. Mulyatno menyebutkan bahwa HAP
(Hukum Acara Pidana) adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu
negara yang memberikan dasar-dasar dan aturan-aturan yang menentukan dengan
cara apa dan prosedur macam apa, ancaman pidana yang ada pada suatu perbuatan pidana
dapat dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwa orang telah melakukan perbuatan
pidana.Hukum acara pidana disebut juga hukum pidana formal mengatur cara
pemerintahan menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana material.
(Djamali,2012:199)
Berdasarkan
pengertian hukum acara pidana tersebut, maka secara sederhana dapat dikatakan
bahwa hukum acara pidana keseluruhan ketentuan yang terkait dengan
penyelenggaraan peradilan pidana serta prosedur penyelesaian suatu perkara
pidana, yang meliputi proses pelaporan dan pengaduan hingga penyelidikan dan
penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan hingga
lahirnya putusan pengadilan dan pelaksanaan suatu putusan pidana terhadap suatu
kasus pidana.
I.Fungsi dan Tujuan Hukum Acara
Pidana
Tujuan hukum acara pidana sangat
erat dengan tujuan Hukum Pidana, yaitu menciptakan ketertiban, ketentraman,
kedamaian, keadilan dan kesejahtraan masyarakat.Kedua hukum ini sangat
berkaitan karena tanpa hukum pidana hukum acara pidana tidak berfungsi, begitu
sebaliknya tanpa hukum acara pidana hukum pidana tidak dapat diijalankan (Tidak
berfungsi sesuai dengan tujuan nya). Secara singkat fungsi dari hukum acara
pidana adalah mendapat kebenaran material,putusan hakim, dan pelaksanaan
keputisan hakim. (Daliyo,2001:222 ).
Tujuan hukum acara pidana adalah :
untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran
materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana
dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur an tepat dengan
tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu
pelanggaran huku, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari
pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah
dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan. Mencari
kebenaran materiil merupakan tujuan hukum acara pidana, tetapi usaha hakim
dalam menemukan kebenaraan materiil itu dibatasi oleh surat dakwaan jaksa.
Dalam memorie Van Toelichting Ned
Sv, dijelasakan hal itu. Van Bemmelen mengemukakan tiga fungsi hukum acara
pidana yaitu sbb:
1. Mencari dan menemukan kebenaran
2. Pemberian keputusan oleh hakim
3. Pelaksanaan keputusan
Dari
ketiga fungsi itu yang paling penting adalah fungsi mencari kebenaran, setelah
menemukan kebenaraan yang diperoleh dari bukti-bukti yang dipertunjukan, hakim
akan sampai pada putusan, yang kemudian dilaksanakan oleh jaksa.
Hukum acara pidana juga memiliki
beberapa fungsi, antara lain adalah fungsi represif dan fungsi preventif. Fungsi represif dalam hukum acara
pidana adalah adanya upaya untuk menegakkan ketentuan pidana dan melaksanakan
hukum pidana. Penegakan ketentuan pidana berarti pemberian sanksi yang tegas
sesuai dengan ketentuan dalam hukum pidana terhadap suatu perbuatan pidana.Sementara
fungsi preventif dalam hukum acarra pidana adalah fungsi pencegahan dan upaya
untuk mengurangi tingkat kejahatan.
Fungsi preeventif dalam hukum acara
pidana ini dapat berjalan dengan baik apabila seluruh proses hukum acara pidana
dapat diselenggarakan dengan baik pula agar dapat mencegah terjadinya perbuatan
pidana yang sama dalam masyarakat.
Dalam buku E.Utrecht ia mengatakan
bahwa hukum acara pidana bertugas
mempertahan kan dan menjalankan peraturan-peraturan hukum pidana materil,maka
dapat dikatakan bahwa hukum acara pidana dapat memenuhi syarat-syarat pada
suatu hukum acarapidana yang baik, apabila hukum pidana materiil tersebut di
pertahankan dan dijalankan sebaik-baiknya.
II.Asas-Asas Hukum Acara Pidana
Asas-asas yang berlaku dalam hukum
cara pidana :
1.Asas persamaan di muka hukum
Dalam asas ini semua masyarakat di
perlakukan sama dan tidak mengadakan perbedaan perlakuan.(Kansil,
1989:347).Ketentuan tentang asas ini ada dalam pasal 5 ayat (1) No. 14/1970 menentukan
bahwa “pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang” .(
Daliyo,2001:225 )
2.Asas memperoleh bantuan hukum
seluas-luasnya
Setiap orang yangbersangkutan
perkara wajib diberi kesempatan untuk memperoleh bantuan hukum yang semata-mata
diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya. (Kansil,
1989:347). Asas ini di atur dalam pasal
69-74 KUHAP, dimana dalam pasal-pasal tersebut tersangka/tedakwa di
tentukan mendapat kebebasan-kebebasan yang sangat luas. .( Daliyo,2001:226 )
3.Asas praduga tidak bersalah
(Presumption of innocence)
Pengertian tentang asas praduga
tidak bersalah tersebut membawa makna bahwa ddalam proses pelaksanaan acara
pidana tersangka atau terdakwa wajib diperlakukan sebagaimana orang yang tidak
bersalah, sehingga petugas penyidik, penuntut hukum, dan hakim harus memperhatukan
hak-hak yang ada padanya terlebih mengenai hak asasinya benar-benar harus
diperhatikan dan di lindungi. Asas ini termuat dalam UU No. 14/70 dan
penjelasan umum butir 3c KUHAP.
4.Asas hadirnya terdakwa
Dalam asas ini pengadilan memeriksa
perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.(Kansil, 1989:348)
5.Asas peradilan
cepat,sederhana,dan biaya ringan
Asas ini dapat kita ketahui dai
pasal-pasal 14 (4), 25 (4), 26 (4), 27 (4), dan 28 (4) KUHAP ya ng umumnya
dalam pasal-pasal tersebut ditentukan bahwa bila telah lewat waktu pertahanan
seperti tercantum dalam ayat sebelumnya,penyidik,penuntut umum dan hakim harus
mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari tahanan demi hukum. Ini lakukan karna
ada konsekuensi bahwa penyidik, penuntut umum dan hakim wajib mempercepat
penyelesaiaan perkara tersebut.
Pasal 102 KUHAP ayat (1) menentukan
pula bahwa penyidik yang menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya
peristiwa yang patut di duga sebagai
peristiwa pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan. Pasal 106, 107
ayat (3), 110, 138 dan 140 KUHAP menunjukkan juga keharusan tentang cepaynya
penyelesaiian suatu perkaraa pidana.
6.Asas Akusator dan Inkisator
KUHAP secara tegas menganut asas
akusator. Hal ini dapat di lihat dari adanya kebebasan-kebebasan yang diberikan
kepada tersangka/terdakwa,khusus nya untuk mendapat bantuan hukum.Asas akusatot
memberikan kedudukan sama pada tersangka/terdakwa terhadap penyidik/penuntut
umum ataupun hakim oleh karena dalam pemeriksaan dia (tersangka/terdakwa)
merupkan subjeknya,bukan lagi sebagai objek pemeriksa.
Lain halnya dengan asas inkisitor
yang menjadikan si tersangka objek dalam pemeriksaan pendahulu.
7.Asas Oportunitas
Asas oportunitas adalah asas hukum
yang memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak
menuntut dengan aturan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah
mewujudkan perbuatan pidana demi kepentingan umum (rumusan A.Z.Abidin Fbrid).
Asas ini diatur pula dalam Pasal 8 UU No.15/1961 yang isi nya “Kepentingan Umum
artinya adalah kepentingan negara dan masyarakat,bukan kepentingan pribadi”.
(Daliyo, 2001 : 225)
8.Asas Pemeriksaan hakim yang
Langsung dan dengan Lisan
Asas ini berarti bahwa pemeriksaan
sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara
lisan dan langsung terhadap terdakwa maupun para saksi. Inilah perbedaan
yang ada antara acara pidana dan acara perdata. Ketentuan tentang asas terebut
diatur dalam Pasal 154 dan 155 KUHAP. Pengecualian dari asas tersebut adalah
dengan di putuskan nya suatu perkara tanpa hadirnya terdakwa, yaitu dengan
diputusan in absentia.
9. Asas Peradilan Dilakukan oleh
Hakim karena Jabatan nya yang tetap
Asas ini berarti bahwa putusan tentang
salah atau tidaknya perbuatan terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya
dan bersifat tetap. Istilah tepat yang dimaksud ialah bahwa hakim-hakim yang
bertugas untuk memeriksa dan memutuskan perrkara adalah hakim-hakim yang
diangkat oleh kepala negara sebagai hakim tetap (Pasal 31 UU No.14/1970).
10. Asas Pemeriksaan pengadilan
Terbuka di muka Umum
Asas ini mengandung arti bahwa
sidang pengadilan terbulkla untuk umum,kecuali ada ketentuan lain dari
hakim.Perkara-perkara yang di periksa dalam sidang tertutup adalah mengenai
perkara-perkara kesusialaan atau perkara-perkara yang terdakwanya
anak-anak. Tetapi sidang yang di
nyatakan tertutup itu pun jika hakim mengatakan harus dilakukan dalam sidang
terbuka maka sidang akan dilakukan dengan terbuka. Ketentuan tentang hal ini di
atur dalam Pasal 18 UU No.14/1970 dan Pasal 195 KUHAP.Pasal-pasal tersebut
menentukan bahwa : “Semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan umum apabila
di ucapkan dalam sidang terbuka untuk umum”.
III.Proses Pelaksanaan Acara Pidana
Proses pelaksanaan acara pidana
terdiri atas tiga tingkatan yaitu :
1. Pemeriksaan
Pedahuluan
2. Pemeriksaan
dalam sidang pengadilan
3. Putusan
hakim Pidana
C.HUKUM
ACARA PERDATA
Hukum
acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana menjamin
ditaatinya hukum perdata material dengan perantaraan hakim.Dalam pula di
katakan bahwa hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan
bagaimana caranya menjamin pelaksaaan hukum perdata material. Lebih tegas
dikatakan bahwa hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana
caranya mengajukan serta melaksanakan putusan tersebut.(Daliyo, 2001 : 238)
Hukum acara perdata yang disebut
juga hukum perdata formal mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan
menjalankan peraturan hukum perdata material.(Djamali,2012 :197)
Hukum acara perdata adalah peraturan
hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara dan mempertahankan hukum perdata
materiil atau peraturan yang mengatur bagaimana cara mengajukan suatu perkara
perdata kemuka pengadilanperdata dan bagaimana cara hakim perdata memberikan
putusan. Menurut para ahli Wirjono Projodikoro adalah rangkaian peraturan yang
memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan
cara bagaimana pengadilan harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan
berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.
Dalam buku CST Kansil dijelaskan
bahwa ada tiga Kodifikasi yang merupakan sumber hukum acara perdata di
Indonesia,yaitu :
a) Reglemen
hukum acara perdata,yang berlaku bagi golongan Eropah di Jawa dan Madura
(Reglement op de burgerlijke rechtsvordering)
b) Reglemen
Indonesia yang Dibaharui (RIB),yang berlaku bagi golongan Indonesia di Jawa dan
Madura (Herziene Inlandsch Reglement = H.I.R) ; sekarang diganti oleh Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
c) Reglemen
hukum untuk Daerah Seberang,yang berlaku bagi peradilan Eropah dan Indonesia di
daerah luar Jawa dan Madura (Recht-regelemebt Buitengewesten)
Dalam
praktek peradilan di Indonesia saat ini, sumber-sumber hukum acara perdata
terdapat pada berbagai peraturan perundang-undangan.
a. HIR (Het Herzine Indonesich
Reglemen) atau Reglemen Indonesia Baru, Staatblad 1848.
b. RBg (Reglemen Buitengwesten)
Staatblad 1927 No 277
c. Rv (Reglemen Hukum Acara Perdata
Untuk golongan Eropa) Staatblad No 52 Jo Staatblad 1849 No.63. namun sekarang ini Rv tidak lagi
digunakan karena berisi ketentuan hukum acara perdata khusus bagi golongan
Eropa dan bagi mereka yang dipersamakan dengan mereka dimuka (Raad van Justitie
dan Residentiegerecht. Tetapi Raad Van Justitie telah dihapus, sehingga Rv
tidak berlaku lagi. Akan tetapi dalam praktek peradilan saat ini eksistensi
ketentuan dalam Rv oleh Judex Facti (pengadilan negeri dan pengadilan tinggi)
serta mahkamah agung RI tetap dipergunakan dan dipertahankan. Mis : Ketentuan
tentang Uang paksa(dwangsom) dan intervensi gugatan perdata.
d. Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
e. Undang-Undang.
1.
UU No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
2.
UU No.5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung, yang mengatur tentang hukum acara kasasi
3.
UU No.8 Tahuun 2004 Tentang Peradilan Umum.
4.
UU No.3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.
5.
UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya.
6.
UU No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
I.Fungsi
dan Tujuan Hukum Acara Perdata
Tujuan
Hukum Acara Perdata memberikan perlindungan hukum oleh pengadilan untuk
mencegah terjadinya tindakan main hakim sendiri (eigenrichting ) , sehingga
terjadi tertib hukum jadi tujuan dari Hukum Acara perdata adalah untuk mencapai
tertib hukum, dimana seseorang mempertahankan haknya melalui badan peradilan
,sehingga tidak akan terjadinya perbuatan sewenang-wenang
Fungsi
kegunaan Hukum Acara Perdata karena dalam Hukum Perdata materil (BW) tidak
diatur bagaimana cara mempertahankan hak dan kepentingan seseorang,maka untuk
merealisasikannya diperlukan Hukum Acara Perdata,dengan demikian maka kegunaan
Haper adalah untuk mempertahankan Hukum Perdata Materil.
Dalam
rangka mempertahankan hukum perdata material,Hukum Acara Perdata berfungsi
untuk mengatur bagaimana caranya seseorang mengajukan tututan haknya, bagaimana
negara melalui aparatnya memeriksa dan memutuskan perkara perdata yang di
ajukan kepadanya.Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa fungsi hukum perdata
adalah sebagai sarana untuk menuntut dan mempertahankan hak seseorang.
(Daliyo,2001 : 240)
Fungsi
hukum acara perdata menyelesaikan masalah dalam mempertahankan kebenaran hak
individu. Perkara perdata yang diajukan oleh individu yang di ajukan untuk
memperoleh kebenaran dan keadilan wajib diselesaikan oleh hakim dengan kewajaran
sebagai tugasnya.(Djamali,2012 : 197)
II.Asas-Asas
Hukum Acara Perdata
Asas-asas
hukum acara perdata dalam buku karangan J.B Daliyo, S.H adalah sebagai berikut
:
Ø Hakim Bersifat Menunggu
Proses
peradilan perdata terjadi bila ada permintaan dari seseorang atau sekelompok
orang menuntut haknya, entah karena adanya sengketa atau tidak dengan sengketa.
Jadi hakim menunggu datangnya permintaan atau tuntutan atau gugtan dari
masyarakat. Hakim tidak boleh menolak seatu perkara perdata yang diajukan kepadanya
untuk di periksa dan di putuskan (Pasal 14 ayat (1) UU No. 14/1970).
Ø Persidangan Bersifat Terbuka
Peoses
peradilan dalam persidangan terbuka untuk umum setiap orang boleh menghadiri
persidangan asal tidak mengganggu jalan nya persidangan dan selalu menjaga
ketertiban. Asas ini bertujuan agar persidangan berjalan secara fair,objektif, dan hak-hak asasi manusia
pun terlindungi, serta di harapkan putusan pengadilan pun adil bagi masyarakat.
Asa ini di atur dalam pasal 17 dab 18 UU No.14/1970. Putusan pengadilan yang di
ucapkan dalam sidang yang tidak terbuka tau tertutup untuk umum membawa akibat
yang tidak sahnya putusan itu dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Ø Hakim Bersifat Pasif
Hakim,
dalam memeriksa perkara perdata, bersifat pasif. Artinya bahwa luas pokok
sengketa yang di ajukan kepada hakim pada asasnya di tentukan oleh para pihak
yang berperkara bukan oleh hakim. Hakim hanya membantu para pencari keadilan
dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya
peradilan (Pasal 5 UU No.14/1970)
Ø Mendengar Kedua Belah Pihak
Asas
bahwa kedua belah pihak harus di dengar di kenal dengan asas audi’ et alteram partem. Hakim tidak
boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai keterangan yang benar,
sebelum pihak lain memberikan pendapatnya. Dengan demikian ,pengajuan alat
–alat bukti pun harus dalam persidangan yang dihadiri oleh dua belah pihak yang
bersengketa. Asas ini terdapat dalam (Pasal 5 (1) UU No.14/1970)
Ø Putus Harus di sertai Alasan-alasan
Semua
putusan peradilan harus memuat alasan-alasan yang menjadi dasar untuk mengadili
(Pasal 23 UU No.14/1970; Pasal 84 ayat (1), 319 HIR, 195,681 Rgb).
Alasan-alasan tersebut dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban hakim atas
putusannya terhadap masyarakat, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai-nilai
objektif. Karena adanya alasan-alasan itulah, putusan mempunyai wibawa dan
bukan karna hakim tertentu yang menjatuhkan.
Ø Beracara Dikenakan Biaya
Berperkara,
pada asasnya dikenakan biaya (Pasal 4(2), UU No.14/1970, 121 (4); 182,183 HIR,145
(4) 192,194 Rgb). Biaya perkara meliputi biaya kepaniteraan dan biaya untuk
panggilan ,pemberitahuan kepada para pihak dan biaya untuk materai. Bila pihak
juga menggunakan jasa Pengacara juga di kenakan biaya.
Ø Tidak ada Keharusan Mewakili
HIR
tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan diri kepada orang lain, sehingga
pemeriksaan di pengadilan terjadi secara langsung terhadap para pihak yang
langsung berkepentinagn. Tetapi para pihak dapat di bantu atau di wakili oleh
kuasanya bila dikehendakinya (Pasal 123 HIR,147Rgb).
III.Proses
Beracara di Pengadilan
Seseorang
yang merasa dirugikan karena haknya diganggu atau di langgar oleh orang lain
dapat mengajukan gugatan kepada siapa yang merugikan haknya. Gugatan di ajukan
kepada pengadilan negeri setempat. Setelah ketua pengadilan negeri menerima dan
mempelajari gugatan, ia mengajukan hakim untuk memeriksa dan memutuskan.
Setelah itu, ketua majelis hakim mengundang pihak-pihak yang bersengketa supaya
menghadap di pengadilan negeri untuk di sidang sesuai wajtu yang ditentukan.
Pada sidang pertama hakim wajib mengajurkan kepada para pihak ,jika mungkin
untuk mengadakan perdamaiaan. Jika perdamaiaan tidk tercapai hakim
memerinttahkan untuk membawa ssaksi-saksi dan bukti-bukti yang diperlukan pada
sidang berikutnya denagn tidak mengurangi hak para pihak untuk saling membantah
gugatan (Pasal 121 (1) HIR,145(1)Rgb).
D.PERBEDAAN
ANTARA HUKUM ACARA PERDATA DAN HUKUM ACARA PIDANA
Perbedaan hukum acara perdata dan
hukum acara pidana asalah sebagai berikut :
1. Perbedaan
mengadili :
a. Hukum
acara pidana mengatur cara-cara mengaadili perkara pidana di muka pengadilan
pidana oleh hakim pidana.
b. Hukum
acara perdata mengatur cara-cara mengadili perkara perdata di muka pengadilan
perdata oleh hakim perdata.
2. Perberdaan
dalam penuntutan :
a. Pada
acara pidana, jaksa menjadi penuntut terhadap terdakwa. Jaksa sebagai penuntut
umum mewakili negara berhadapan dengan terdakwa. Jadi dalam acara pidana ada
seorang jaksa.
b. Dalam
acara perdata yang menuntut tergugat adalah pihak yang dirugikan. Penggugat
berhadapan dengan tergugat. Jika tidak ada jaksa.
3. Perbedaan
pelaksaan :
a. Pada
acara Pidana inisiatif datang dari penuntut umum.
b. Pada
acara Perdata inisiatif datang dari pihak
yang dirugikan
4. Perbedaan
alat bukti :
a. Dalam
acara pidana ada 5 alat bukti tidak termasuk sumpah.
b. Dalam
acara perdata sumpah termasuk alat
bukti.
5. Perbedaan
Penarikan kembali suatu perkara :
a. Dalam
acara pidana perkara tidak dapat di tarik
kembali, kecuali delik aduan.
b. Dalam
acara perdata perkara dapat ditarik kembali oleh pihak-pihak yang bersangkutan
sebelum ada putusan hakim.
6. Perbedaan
hakim perdata dan hakim pidana:
a. Dalam
acara pidana hakim bertindak aktif.
b. Dalam
acara perdata hakim bertindak pasif.
7. Perbedaal
dalam dasar keputusan :
a. Dalam
acara pidana, putusan hakim mencari kebenaran material dan menurut keyakinan
serta perasaan adil dari si hakim sendiri.
b. Dalam
acara perdata, putusan hakim cukup mendasarkan pada kebenaran formal saja.
8. Perbedaan
macam hukuman :
a. Dalam
acara pidana terdakwa yang terbukti bersalah (melakukan kesalahan) dihukum
mati/dipenjara/kurungan atau denda
b. Dalam
acara perdata tergugat yang dikalahkan dihukum sesuai dengan petitum gugatan
baik sebagian ataupun seluruhnya.
9. Perbedaan
dalam banding :
a. Dalam
acara pidana, banding dari pengadilan negeri kepengadilan negeri di sebut
revisi.
b. Dalam
acara perdata, banding dari pengadilan negeri kepengadilan negeri di sebut
appel.
BAB III
KESIMPULAN
Hukum
acara atau Hukum Formal adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara
bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum materil.Hukum Acara
merupakan kaidah hukum yang mengatur cara-caara bagaimana mengajukan suatu
perkara ke muka suatu badan peradilan serta cara-cara hakim memberikan
keputusan.Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan
hukum materil melalui suatu proses yang berpedoman kepada peraturan yang
dicantumkan dalam hukum acara.
Hukum acara pidana keseluruhan
ketentuan yang terkait dengan penyelenggaraan peradilan pidana serta prosedur
penyelesaian suatu perkara pidana, yang meliputi proses pelaporan dan pengaduan
hingga penyelidikan dan penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan di sidang
pengadilan hingga lahirnya putusan pengadilan dan pelaksanaan suatu putusan
pidana terhadap suatu kasus pidana.
Fungsi dari hukum acara pidana adalah mendapat kebenaran material,putusan
hakim, dan pelaksanaan keputusan hakim.
Hukum
acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara memelihara
dan mempertahankan hukum perdata materiil atau peraturan yang mengatur
bagaimana cara mengajukan suatu perkara perdata kemuka pengadilanperdata dan
bagaimana cara hakim perdata memberikan putusan. Fungsi hukum acara perdata
menyelesaikan masalah dalam mempertahankan kebenaran hak individu. Perkara
perdata yang diajukan oleh individu yang di ajukan untuk memperoleh kebenaran
dan keadilan wajib diselesaikan oleh hakim dengan kewajaran sebagai tugasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Daliyo.
2001 Pengatar Hukum Indonesia. Jakarta : Prenhallindo
Djamali. 2012 Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada
Kansil.
1989 Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta : PN Balai Pustaka
Utrecht
dkk. 1983 Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Jakarta : Penerbit dan Balai Buku
Icht